Sebuah Cerita Tentang Bangkrutnya Negara Sri Lanka

Ramai-ramai terjadi keributan di negara Sri Lanka. rumah perdana menteri Rajapaksa digeruduk masyarakat, terjadi demonstrasi di mana-mana.. Akhirnya Rajapaksa pun kabur keluar negeri, namun ditolak di berbagai negara. Ada Apa Dengan Sri Lanka?

Setelah berakhirnya Perang saudara di 2009, perekonomiannya Sri Lanka banyak ditopang dari pemasukan pariwisata yang bertumbuh pesat.. Selama satu dekade terakhir hingga sebelum pandemi, pertumbuhan pariwisatanya mencapai 34% pertahunnya, supeer bangeet, bandingkan saja dengan yang rata-rata hanya bertumbuh Indonesia 11%.

Kontribusi pariwisata untuk ekonominya itu mencapai 6,5%. Angka yang cukup tinggi, di atas Indonesia yang hanya berkisar 4%. Tapi apa yang menjadi keunggulan ini berbalik menjadi kelemahan yang paling buruk ketika situasi tidak berjalan baik. Pandemi menyebabkan sumber devisa negara raib begitu saja, dan mata uangnya menjadi sangat rapuh.

Dari i yang jumlah turisnya mencapai 2,5 juta orang per tahunnya, turun menjadi hanya ratusan ribu saja di 2020 – 2021. Padahal pemasukan dari turisme ini merupakan kekuatan yang menopang Rupee Sri Lanka tetap stabil. Karena dari neraca perdagangan negara ini defisit yang membuat lebih banyak kebutuhan menjual Rupee untuk impor, namun selama ini tertutupi dari turis yang beli Rupee.

Harga komoditas yang meningkat pesat yang membuat biaya bahan pokok naik, padahal pandemi sudah memukul perekonomian begitu hebat, banyak yang kehilangan pekerjaan karena jatuhnya sektor turisme.. Tapi bahkan penderitaan ini belum lengkap.

Karena Pemerintah sudah tidak lagi punya uang, dan sudah tidak dapat menambah utangnya lagi. Cetaklah uang untuk membayar gaji pegawai dan kebutuhan lainnya Utang pembayaran gaji dll kebayar sih, tapi uangnya jadi uang-uangan, ga berharga lagi, inflasi mencapai 54%!!

Untungnya kenaikan harga komoditas yang merupakan masalah bagi banyak negara, menjadi bless in disguise bagi Indonesia yang merupakan negara eksportir SDA.

Memang masyarakat kita ikut terdampak juga atas kenaikan biaya hidup, tapi ada diuntungkan dari pemasukan yang meningkat juga dari kenaikan harga komoditas.. Makanya sejauh ini pemerintah bisa mensubsidi pertalite supaya harga tidak naik, lihat saja neraca perdagangan Indonesia yang telah mencatatkan rekor tertingginya..

Sementara sebaliknya Sri Lanka terus-terusan minus.